Indonesia dalam konteks Global Competitiveness Report Tahun 2010
The Global Competitiveness Report (GCR) merupakan laporan tahunan yang dipublikasikan oleh World Economic Forum. Laporan ini pertama kali di rilis pada tahun 1979. Sejak Tahun 2004, GCR memberi peringkat negara-negara maju dan berkembang berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI). GCI ini dikembangkan oleh Xavier Sala-i-Martin dan Lesa V. Artadi. Sebelumnya, peringkat makroekonomi didasarkan pada Jeffey Sachs’s Growth Development Index dan peringkat mikroekonomi didasarkan pada Michael Porter’s Business Competitiveness Index. GCI mengintegrasikan aspek daya saing secara makroekonomi dan mikroekonomi dalam satu index.
Laporan ini menilai kemampuan negara untuk menyediakan tingkat kemakmuran yang tinggi kepada rakyatnya. Tingkat kemakmuran ini tergantung pada seberapa produktif negara tersebut menggunakan sumber dayanya. Oleh karena itu, GCI mengukur seperangkat intitusi, kebijakan, dan faktor-faktor keberlanjutan kemakmuran ekonomi saat ini dan dalam jangka menengah.
Penilaian GCI terhadap tingkat daya saing sebuah negara terbagi dalam 12 pilar yaitu:
1. Institutions
2. Infrastructure
3. Macroeconomic Environment
4. Health dan Primary Education
5. Higher Education dan Training
6. Good Market Efficiency
7. Labor Market Efficiency
8. Financial Market Development
9. Technological Readiness
10. Market Size
11. Bussiness Sophistication
12. Innovation
GCR tahun 2010 telah mencakup 139 negara maju dan berkembang. Pada Tahun 2010, Swiss menduduki peringkat pertama sebagai negara paling kompetitif di dunia, disusul Swedia dan Singapura di peringkat kedua dan ketiga. USA sebagai negara maju merosot ke peringkat 4 akibat krisis ekonomi tahun 2007-2010 dan ketidakstabilan makroekonomi. Indonesia, pada Tahun 2010 menduduki peringkat 44, lebih baik dari tahun 2009 yang menduduki peringkat 54, dan bahkan lebih baik dari tahun 2005 yang hanya menduduki peringkat 69. Global Competitiveness Index Indonesia pada tahun 2010 lebih baik dari Italia, Brazil, dan India. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat 5 dibawah Singapura (3), Malaysia (26), Brunei Darussalam (28), dan Thailand (38).
Dalam laporan ini disebutkan bahwa Indonesia unggul dalam beberapa indikator yaitu :
No | Indikator | Peringkat |
1 | Favoritism in decisions of government officials | 28 |
2 | Wastefullness of government spending | 30 |
3 | Burden og Government regulation | 36 |
4 | National savings rate | 16 |
5 | Domestic Market Size index | 15 |
6 | Buyer sophistication | 35 |
7 | Value chain breadth | 26 |
8 | Capacity for innovation | 30 |
Di sisi lain daya saing Indonesia lemah dalam beberapa indikator yaitu :
No | Indikator | Peringkat |
1 | Irregular payments and bribes | 95 |
2 | Organized crime | 98 |
3 | Ethical behavior of firms | 99 |
4 | Quality of overall infrastructure | 90 |
5 | Time required to start a business | 121 |
6 | Internet bandwidth | 102 |
Dalam GCR disebutkan pula problematika utama dalam menjalankan usaha di Indonesia, yaitu inefficiency government bureaucracy (16,2%), Corruption (16%), inadequate supply of insfrastructure (8,4%), acces to financing (7,8%), dan inflation (6,7%).
(Sumber : Global Competitiveness Report 2010-2011, Wolrd Economic Forum)
Anies Baswedan tentang peranan STAN dalam kemajuan Indonesia
STAN sebagai sebuah institusi pendidikan, telah diakui kualitasnya sejak dahulu. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan STAN telah mewarnai jalannya pemerintahan. Sebagai sebuah institusi kedinasan, STAN memasok SDM berkualitas ke lingkungan internal pemerintahan, terutama Kementerian Keuangan, BPKP, dan BPK. Menurut Anies dalam menjalankan sebuah pemerintahan yang efektif, hanya diperlukan sekitar 1000an orang yang memiliki hardskill dan softskill yang mumpuni. Seribu orang dengan kualitas mumpuni ini akan mampu untuk menggerakkan roda pemerintahan yang mengatur 230 juta jiwa ke arah yang lebih baik. Merekalah yang disebut elite pemerintahan. Dan STAN adalah supplier para elite ini.
STAN telah mampu menghasilkan sosok-sosok penting yang memiliki hardskill yang luar biasa, tetapi softskill dari alumni STAN sendiri masih patut dipertanyakan. Beliau mengutip pidato Bapak Amin Sunaryadi dalam Wisuda Mahasiswa STAN Tahun 2011, “Alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sejak jaman dahulu selalu mengalami pilihan peran yang dilematis. Sebagian alumni telah berkiprah dengan sangat membanggakan dalam mendorong perubahan dan membongkar kebobrokan di negara ini, sedangkan sebagian alumni lainnya dalam posisi sebagai pelaku kebobrokan yang dibongkar tersebut. Jadi, para pendekar dan penjahatnya ternyata sama-sama berasal dari kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara”. Pilihan ada di tangan mahasiswa STAN itu sendiri, apakah akan menjadi yang membersihkan ataukah dibersihkan.
Pesaing dan partner alumni STAN di masa mendatang bukanlah lulusan universitas lokal tetapi lulusan Melbourne, Tokyo, Amerika serikat yang memiliki keunggulan seperti (1) State acknowledge, (2) Penguasaan bahasa asing, (3) International networking, dan (4) Capital. Anies menegaskan di masa mendatang mahasiswa STAN bukan hanya warga sebuah negara, tetapi juga menjadi "warga dunia". Dengan kesadaran menjadi ”warga dunia” , mahasiswa dapat melihat ke depan. Menurutnya saat ini harus ada kesadaran melampaui Indonesia, beyond Indonesia.
Anies Baswedan tentang Integritas
Jika puluhan tahun lalu rasisme dianggap hal yang normal oleh orang kebanyakan, saat ini rasisme dianggap hal yang bodoh, tidak normal, dan semua orang akan malu bersikap dan berkata rasis. Orang-orang saat ini akan berpikir seribu kali untuk bersikap rasis di depan publik. Begitu pula dengan korupsi. Saat ini mungkin korupsi, kolusi, suap dianggap sebagai hal yang normal, wajar, tidak merugikan jika dilakukan. Anies menjamin bahwa pada satu masa nanti korupsi akan dianggap sebagai hal yang aneh, bodoh, dan memalukan untuk dikerjakan. Seperti halnya rasisme di masa sekarang.
Hal yang harus dimiliki individu agar terhindar dari sikap korup adalah Integritas. Anies Baswedan mengatakan “tanamkan integritas sejak dini karena integritas layaknya mata uang, integritas akan selalu diterima dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun”. Jika seseorang memiliki integritas dalam dirinya, apakah nantinya dia bekerja di sektor swasta, sektor publik, ataupun sektor pemerintahan yang akan ditularkan kepada lingkungannya adalah sebuah kebaikan.
Anies Baswedan tentang kepemimpinan nasional
Tiga pilar yang harus dibangun untuk memajukan Indonesia di masa mendatang adalah (1) Rule of Law, (2) Development, dan (3) Democracy. Tiga pilar ini hanya akan mempunyai pengaruh dalam kehidupan berbangsa apabila didukung oleh sebuah Kepemimpinan yang Efektif (Effective Leadership). Kepemimpinan yang efektif datang dari seorang pemimpin yang selalu mengirimkan harapan, bukan mengirimkan ratapan, bukan pula pemimpin yang suka mengeluh. Pemimpin itu selalu menggandakan pesan-pesan optimisme.
Anies Baswedan tentang peranan mahasiswa dalam kemajuan bangsa
Menurut Anies, mahasiswa memiliki tiga karakter utama, yakni intelektualitas, moral dan ke-oposisi-an. Selama ini, dua karakter terakhir sudah dapat dikatakan tuntas. Timbulnya pergerakan organisasi-organisasi mahasiswa menunjukkan karaker oposisi mahasiswa. Meski kadang terlihat anarkis, tetapi mahasiswa telah mengerti batasan-batasan moral yang harus dijaga. Akan tetapi, karakter pertama, intelektualitas, masih belum dihayati. Salah satu mplementasi karakter tersebut adalah kemampuan menulis dan berbahasa internasional.
Sebagai aktivis mahasiswa corak Anies Baswedan agak sedikit berbeda. Sejak dini Anies memang gandrung dengan dunia penelitian. Saat mahasiswa ia aktif menjadi peneliti di PAU (Pusat Antar Universitas) UGM. Anies tidak terlalu suka memperjuangkan ide-ide perlawanan mengandalkan retorika ala demo di jalanan. Menurutnya hal itu hanya akan menjadi bulan-bulanan Orde Baru dan hanya akan membuahkan popor senjata aparat. Karena itu ia lebih senang melakukan perlawanan berbasiskan metode ilmiah seperti riset.
Aktivisme saja menurutnya tidak pernah cukup. Perlu alat yang disebutnya sebagai metode ilmiah. Generasi Anieslah di UGM yang telah membuat penelitian heboh bagaimana tata niaga BPPC dibawah kontrol anak kesayangan Soeharto yakni Tommy Soeharto telah terbukti menjadi alat penghisap uang mark-up besar-besaran.
Anies meneliti hal itu hingga keliling pabrik cengkeh di Indonesia. Mengobservasi secara detail bagaimana BPPC melakukan praktik korupsi tersebut mulai dari pemetikan cengkeh, diayak, dihitung kandungan airnya hingga proses penjualan ke industri rokok.
“Penelitian itu kami bagi-bagikan. Hasilnya luar biasa. Ini membuat aktivis bisa berbicara dengan legitimasi akademik yang tidak terbantahkan. Tidak ada siapapun yang bisa membantah hal itu. Aktivitas riset yang semangatnya perlawanan terhadap Soeharto,” kata Anies.
(Sumber : aniesbaswedan.blogspot.com)
Anies Baswedan tentang kemandirian pembiayaan pendidikan
Dalam hal pengelolaan pendidikan, Anies berpendapat bahwa hal tersebut memang mahal. Baginya, ini merupakan tantangan bagi pimpinan institusi pendidikan untuk kreatif membuat alternatif model-model pendanaan, baik dari pemerintah maupun swasta.
Sebagai seorang akademisi, menurut beliau pendidikan harus ditunjang oleh kemandirian dalam pembiayaan pendidikan itu adalah suatu keniscayaan. Di awal mungkin perguruan tinggi memang perlu dibiayai pemerintah, tetapi dalam perjalanan selanjutnya harus dapat mandiri. Bahkan, dalam hal ini, Anies menyatakan bahwa perguruan tinggi harus mampu menerjemahkan bahasa pengelolaan pendidikan dalam bahasa pengelolaan bisnis modern.
Pada 2008, Ia merintis Program Beasiswa di Universitas Paramadina bernama Paramadina Fellowship. Program ini mengadopsi konsep yang biasa digunakan di universitas-universitas di Amerika Utara dan Eropa dengan menyematkan nama sponsor sebagai predikat penerima beasiswa.
Jika mahasiswa A mendapat beasiswa dari institusi B, yang memang menjadi salah satu sponsor, di belakang nama mahasiswa dicantumkan nama sponsor, menjadi A, Paramadina, Institusi B Fellow. Sebagai contoh Elma, Paramadina Adaro Fellow. Predikat itu wajib digunakan dalam berbagai publikasi dan tulisan.
Yang dimaksud dengan pengelolaan pembiayaan pendidikan yang mengacu pada pengelonaan bisnis modern adalah sebagai berikut:
Misalnya, Adaro berkomitmen untuk memberikat Beasiswa kepada seorang mahasiswa sebesar Rp 150.000.000,00. Beasiswa ini diserahkan kepada institusi di awal tahun ajaran. Dalam satu semester tentunya tidak semua dana tersebut terpakai untuk biaya pendidikan dan uang saku mahasiswa. Sebutlah untuk semester ybs hanya dibutuhkan dana sebesar 30 juta. Sisa dana sebesar 120 juta dikelola secara profesional melalui program investasi sebagaimana yang diterapkan di bisnis modern. Keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut dikumpulkan dalam Dana Abadi Pendidikan yang nantinya juga dikelola secara profesional sesuai tata cara pengelolaan investasi bisnis modern. Dengan adanya program pengelolaan seperti ini diharapkan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 5 tahun, sebuah institusi pendidikan tidak perlu lagi mengandalkan bantuan pendidikan dari pihak luar karena untuk membiayai pendidikan anak didiknya cukup dari rekening Dana Abadi Pendidikan. Tentu saja hal ini memerlukan komitmen dan integritas moral yang cukup tinggi bagi penyelenggara pendidikan untuk tetap berada di jalur yang benar.